Menghadapi ketidakadilan, ketimpangan sosial, kesulitan ekonomi, kesulitan lapangan kerja, kesulitan pendidikan dan berbagai macam persoalan ditanggapi secara berbeda oleh orang, golongan dan ras tertentu.
Sambil naik mobil mendengarkan siaran radio, dikatakan bahwa demonstrasi merupakan bentuk perlawanan, mengumpat di mobil karena perlakuan sesama pengguna jalan yang tidak sopan merupakan bentuk perlawanan, menyalahkan pemerintah sebagai penyebab ketimpangan ekonomi dan sosial merupakan bentuk perlawanan. Namun ini contoh "perlawanan orang lemah" dan seringkali perlawanan kontraproduktif bisa berdampak buruk bagi diri sendiri maupun lingkungannya. Sebaliknya ada contoh "perlawanan orang kuat" adalah tekun dalam pendidikan, giat berbisnis dan bila mungkin menempuh jalan politik.
Secara alamiah psikologi orang akan terguncang saat menghadapi ketimpangan dan akan timbul perlawanan agar psikologis tetap seimbang. Bentuk perlawanan ini bila dikelola justru berpotensi sebagai penggerak perubahan seseorang atau suatu bangsa. Demikian bahasan seorang psikolog dalam siaran Radio Prambors FM Jakarta.
Berikut contoh beberapa bangsa mengadakan perlawanan terhadap nasibnya.
Minoritas Yahudi
Bangsa Yahudi adalah bangsa kuno yang sepanjang sejarahnya terlunta-lunta di negerinya sendiri dan di perantauan. Pada jaman Firaun bangsa Yahudi pernah dijadikan budak-budak mesir hingga akhirnya Musa berperan sebagai pembebas, memimpin eksodus bermigrasi ke tanah yang dijanjikan Kanaan (Palestina Selatan). Kemudian Palestina juga pernah diporakporandakan Nabucadnezar menyusul kemudian bangsa Yahudi dijadikan budak-budak di Babilonia. Setelah itu Bangsa Yahudi tetap tidak beruntung di negerinya sendiri karena menjadi ajang perebutan antara kekuatan Romawi dan Persia silih berganti. Setelah perkembangan Islam Bangsa Yahudi juga silih berganti tunduk di bawah kekuasaan Bani Umayah, Bani Abasiah, Dinasti Fatimiah Mesir, dan Turki Ottoman.
Dalam perkembangannya bangsa Yahudi yang termasuk rumpun Bangsa Semit banyak hidup diperantauan, di negeri-negeri terdekat termasuk di Eropa. Sebagai golongan minoritas di Eropa, bangsa Yahudi diaspora selalu dicurigai, dikucilkan dan mendapat perlakuan deskriminasi. Mereka hanya boleh hidup di Getho-getho Yahudi dengan sinagoge-sinagoge khusus bangsa Yahudi.
Dalam situasi yang paining (memilukan) seperti ini, Bangsa Yahudi dengan berbekal kesetiaan pada agama, tradisi leluhur, kesetiaan pada ras-nya dan menggenggam kepercayaan diri yang kuat sebagai bangsa yang terpilih maka bentuk perlawanan bangsa Yahudi adalah giat secara total pada bisnis, pada jaman dimana bisnis kurang direstui dalam ajaran Kristiani dan yang lainnya giat secara total dalam pendidikan. Maka dalam bidang pendidikan kita menemukan nama-nama besar Yahudi dalam deretan 100 orang paling berbengaruh di dunia versi Michel Hart seperti Albert Einstein (urutan 11), Karl Marx (Urutan 12) dan Sigmund Freud (Urutan 32). Dalam bidang bisnis dunia, jaringan kekuatan Bangsa Yahudi yang minoritas sangat dominan dengan markas utama di Eropa dan AS.
Atas dasar klaim bangsa Yahudi diaspora di Eropa yang selama Perang Dunia II terbunuh sekitar 6-8 Juta, dan pernah memiliki tanah leluhur di Palestina mereka merasa berhak atas Palestina. Maka dengan kekuatan bangsa Yahudi Perantauan melalui gerakan Zionismenya mereka berhasil mendirikan kembali negara Israel.
Minoritas China Keturunan
Pada jaman Belanda bangsa China merupakan mitra bisnis Belanda. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, pada jaman Bung Karno, China WNI hanya boleh tinggal di kota setingkat Kabupaten ke atas dan banyak diantara mereka tinggal di Pecinan. Mereka mendapat deskriminasi sosial, politik dan pendidikan. Deskriminasi di bidang pendidikan ini misalnya pembatasan jumlah yang bisa masuk PTN.
Pada jaman Suharto deskriminasi di bidang sosial dan politik terhadap warga China semakin besar namun kebebasan di bidang ekonomi menjadi sangat besar.
Perlawanan bangsa China mirip dengan bangsa Yahudi dengan bergiat di bidang pendidikan dan bisnis. Dengan berbekal pada kesetiaan jaringan China, kesetiaan dan bakti kepada leluhur, dan kesetiaan pada tradisi serta kebanggaan pada asal-usulnya, orang China keturunan bergiat secara total di bidang bisnis dan pendidikan.
Kesetiaan pada tradisi leluhur ini sangat menonjol baik bagi kalangan Yahudi maupun China. Hal ini merupakan fakta umum bagi bangsa Yahudi dan China di dunia hingga mereka mendapatkan stigma "China dimanapun tetap China" dan "Yahudi dimanapun tetap Yahudi".
Setelah era Gus Dur yang memiiki darah China sebagai keturunan Putri Champa dan sekaligus penggerak nilai pluralisme maka mulai memihak China. Dengan mulai memberikan kebebasan yang lebih besar dalam beberapa segi hingga berakselerasi sampai saat ini dan ternyata mereka telah memiliki kekuatan di segala bidang termasuk talent-talent dibidang musik, di bidang keartisan film, olah raga, dll. Dan ini telah ditemui titik balik dengan mulai hilangnya deskriminasi sementara telah terkumpul kekuatan dan prestasi dalam segala bidang.
Dan saat ini beberapa taipan Indonesia bisa disejajarkan dengan orang-orang terkaya di Asia Pasifik dan Dunia dan banyak pemenang-pemenag olimpiade ilmiah tingkat dunia juga dimenangkan anak-anak China keturunan.
Minoritas Asia Perantauan di AS : Jepang & Korea
Sampai Perang Dunia II plus satu hingga dua dekade sesudahnya mitos keungulan rasial masih sangat kuat baik di AS maupun dunia pada umumnya. Hal ini membuat mahasiswa-mahasiswa tugas belajar dari Jepang dan China di AS merasa sangat inferior dan mendapat deskriminasi. Kenyataan ini membuat siswa Japang dan Korea mengadakan perlawanan dengan escape dari pergaulan kampus namun bukan untuk lari dari kenyataan tetapi untuk giat secara total belajar dan belajar. Hingga akhirnya mereka menjadi bintang-bintang kelas. Saat mitos rasial bisa diruntuhkan oleh dirinya sendiri menjadikan kepercayaan diri mulai bangkit dan harga diri mulai tegak dan dengan tetap siaga menjaga prestasi di kelas mereka mulai mau bergaul kembali di lingkungan kampus.
Para siswa dengan prestasi gemilang sebagai bintang-bintang kampus ini akhirnya pada pulang kembali kenegaranya dan sebagiannya menetap di AS merintis bisnis-bisnis mewakili pemasaran produk-produk negerinya. Inilah suatu gerakan kolektif bangsa Jepang dan Korena dan bukan semata-mata gerakan individual. Hingga akhirnya mereka berjaya sebagai tokoh-tokoh intelektual, praktisi dan bussinessman di negaranya sendiri atau di perantauan AS.
Melalui perlawanan yang gigih, beradab dan produktif secara kolektif yang dilakukan Bangsa Yahudi, Bangsa China dan Bangsa Jepang & Korea perantauan bisa membalikkan keadaan dari kondisi memilukan (paining) hingga mampu menjadi tuan rumah di negeri orang dan diperhitungkan dunia.
Catatan :
- Getho Yahudi adalah semacam pecinan di Indonesia sedang sinagoge adalah semacam mesjid, kuil vihara atau klenteng
- Novel "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata merupakan contoh perlawanan individual yang berhasil, yang merupakan "True Story" perlawanan terhadap kemiskinan memilukan karena ketidak-adilan negara kepada warganya yang hidup di tanah airnya sendiri yang kaya raya tambang timah Pulau Belitung. Hingga seorang tokoh Ikal, pengarangnya sendiri berasil lulus dari UI dan kemudian melanjutkan ke Universitas de Paris Sorbonne, yang saya tahu deretan para alumninya adalah Matematikawan dan Filsuf Rasionalisme Rene Des Cartes, Pendiri Fakultas Sosiologi Emile Durkeim, Aktor Intelektual penggerak Reolusi Islam Iran, Ali Shariati dan Dokter Cangkok Jantung Ernest Casire.