Senin, 08 September 2008

Track Tuna Netra di Jepang

Saya sering bertanya bila menemui track untuk kursi roda khusus bagi golongan cacat seperti : gedung-gedung perkantoran, di mall-mall, di jembatan penyeberangan, di bandara dan di hotel-hotel. Dulu saya angankan apakah ini kewajiban dari badan dunia seperti misalnya PBB. Padahal tak sekalipun saya pernah melihat ada pengguna di situ. Kenapa untuk golongan minoritas begitu dibela-belain oleh bangsa yang masih miskin ini. Ternyata di balik itu ada makna "semangat dan syukur".
Seperti di sepanjang jalan publik di Jepang : trotoar, stasiun, terminal, dsb. selalu disediakan track berwarna kuning memanjang selebar sekitar 30 cm dengan permukaan yang dibuat benjolan-benjolan khas dan di situ tidak boleh ada orang berdiri, menghalangi, menaruh barang, PKL, parkir, apalagi mendirikan bangunan. Ternyata track berwarna kuning itu diperuntukkan bagi orang buta.

Pada suatu kesempatan ada orang Indonesia, Palgunadi yang bertanya kepada Suzuki.

Palgunadi : "kalau track berwarna kuning itu disediakan bagi orang buta, sebenarnya ada berapa orang buta di Jepang".

Suzuki : "dasar kami bukan jumlah orang buta, tapi wujud kepedulian kami mengurus yang lemah dan yang lebih penting adalah untuk membangun kesadaran kami yang memiliki fisik sempurna untuk bersyukur dan bersemangat menggunakan sebaik-baiknya karunia Tuhan". "Kalau seandainya hanya ada satu orang buta di Jepang hal ini akan tetap kami lakukan".
Apakah wujud aktualisasi syukur bangsa Jepang ini yang telah mengantarnya pada kemajuan sejajar dengan bangsa Barat?
Konon track tuna netra itu telah diadopsi di Bali dan Malioboro-Jogja namun hasilnya kita bisa prediksi bagaimana mengadopsi sistem tanpa sosialisasi nilai yang melatar-belakanginya dan tanpa dibarengi gerakan disiplin.
Setelah itu saya baru sadar track untuk kursi roda yang sebelumnya saya pandang inefisiensi maka seharusnya menumbuhkan semangat dan rasa syukur atas anugerah Ilahi.

Tidak ada komentar: