Kamis, 27 Maret 2008

Masih Banyak Jalan Lain Ke ROMA?

Saat ini para orang tua lagi pada terobsesi agar anaknya menjadi yang terbaik pada sekolah-sekolah terbaik. Pendeknya terobsesi agar anaknya dapet ranking di sekolah top. Maka wajar kalau di Bandung pada berebut masuk ke SMP 2,5 atau SMA 1,3,5 atau ITB, UNPAD, UI, UNPAR, TRISAKTI, dsb. Ini tidak salah, tapi mengingat sekolah favourite tersebut sangat kompetitif dan terbatas daya tampungnya maka saya coba share informasi ini semoga bisa turut menghibur mereka yang putera-puterinya pada nggak ketampung.

Harvard University merupakan universitas swasta juga terkaya, universitas terbaik hampir dalam segala hal, dan sekaligus universitas tertua di AS (didirikan tahun 1634). Mencermati sebuah penelitian terhadap alumni Harvard University ada suatu fenomena yang menarik. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan yang secara sederhana sebagai berikut :

- 10% alumni terbaik Harvard bekerja menjadi dosen
- 10% alumni “terburuk” Harvard termasuk yang Drop Out menjadi wiraswastawan
- 80% alumni Harvard sisanya menjadi pegawai
(Catatan : Kriteria penilaian adalah hanya prestasi akademis di kampus)

Namun ada fenomena paradoks yang sangat menarik untuk direnungkan, bahwa 10% alumni “terburuk” Harvard yang bekerja sebagai wiraswastawan (termasuk di dalamnya Bill Gates) mempekerjakan 80% alumni yang bekerja sebagai pegawai dan dalam beberapa kesempatan merekrut secara temporary 10% alumni terbaik yang menjadi dosen untuk dipekerjakan sebagai trainer, konsultan, dan penasihat. Di Indonesia pun ada Sony Sugema yang DO-nan ITB, Hermawan Kartajaya yang Do-nan ITS, dsb.

Jadi dalam hidup ini masih terbuka jalan lebar untuk menyiapkan bekal dengan membangun kompetensi diluar ranking akademis. Terutama mereka yang mencita-citakan anaknya menjadi entrepreneur, pembaharu, dan wiraswastawan yang biasanya memiliki cara berpikir dan berperilaku relatif tidak conform di jalur akademis. Satu kunci suksesnya adalah explorasi dan exploitasi terhadap semua aspek potensi diri secara optimal. Tinggal bagaimana para orang tua memberikan kondisi yang mendukung, memotivasi, dan menginspirasi mereka untuk mencari jalannya sendiri yang terbaik bagi mereka yang dalam banyak hal orang tuanya tidak lebih mengetahui karena anak-anak punya imajinasi sendiri. Bisa jadi antara orang tua dan anak-anak ada kesenjangan generasi diakibatkan perubahan sosial jaman ini yang sangat cepat dan mendalam.

Tentu sangat sesuai kata arif dari Ki Hajar Dewantoro :

“Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”.

Juga Tulisan Kahlil Gibran :

“Anak-anak bukanlah milikmu,
tapi milik alam,
kamu hanya bisa memberikan kasihmu,
tapi bukan pendirianmu,
kamu hanya bisa memberikan tempat berpijak bagi raganya
tapi bukan bagi jiwanya,
llantaran jiwa mereka ada pada angan-angan masa depan
yang tak terjangkau walau dalam mimpi sekalipun.”

1 komentar:

Anonim mengatakan...

selalu saja ada jalannya untuk orang yang mau maju kan ?? 'nda